[ Opini ]
![]() |
Sumber: Pinterest |
Kebijakan efisiensi diberlakukan sejak (09/03) oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag). Di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) pada tanggal 13 Mei 2025, turut mengeluarkan kebijakan perkuliahan. Di mana akses gedung kini ikut terefisiensi, jadwal kuliah offline dan akses gedung hanya dapat diakses dari hari Senin hingga Kamis. Sedangkan dihari Jum'at yang sebelumnya masih padat dan aktif kegiatan perkuliahan kini serentak diberlakukan Work From Home (WFH).
Istilah efisiensi merujuk pada upaya untuk mencapai hasil maksimal dengan sumber daya seminimal mungkin. Seharusnya kegiatan perkuliahan tetap dapat diakses dari hari Senin sampai hari Jum'at, mengingat hari tersebut tercatat normal dan bukan weekend serta pada umumnya terlaksana aktif aktivitas termasuk perkuliahan. Dengan waktu 5 hari ini juga hal yang sudah sepantasnya menjadi hak mahasiswa untuk didapatkan, karena mungkin saja terdapat mahasiswa yang ingin mengurus sesuatu di hari Jum'at menjadi terkendala.
Kemudian pada tahun ini, pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang biasanya dilaksanakan di desa-desa demi pengalaman sosial mahasiswa kini dibatasi di wilayah Kota Bandar Lampung saja dengan dalih efisiensi. Berdasarkan pelaksanaan KKN di UIN RIL pada tahun-tahun sebelumnya, KKN idealnya dilaksanakan di wilayah pedesaan sebagai sarana mahasiswa mengaplikasikan ilmu, mengasah empati sosial dan berkontribusi langsung terhadap masyarakat.
Walaupun ada pelaksanaan KKN di luar Bandar Lampung, seperti KKN Nusantara yang dilaksanakan di Yogyakarta. Namun, hampir keseluruhan mahasiswa hanya KKN di wilayah kota Bandar Lampung dan ini berpotensi mengurangi nilai edukatif dan pengalaman kontekstual mahasiswa dalam menghadapi realita sosial yang lebih kompleks di desa. Tujuan pemberdayaan masyarakat pun menjadi kurang maksimal.
Selanjutnya bila efisiensi yang dimaksud adalah penghematan operasional, maka seharusnya diimbangi dengan percepatan pelayanan administrasi. Pelayanan administrasi selama ini dikenal lambat, sudah saatnya menjadi fokus perbaikan bila efisiensi diberlakukan. Misalnya, pengurusan surat aktif kuliah, permohonan cuti, hingga legalisasi transkip sering memakan waktu berminggu-minggu.
Padahal semestinya bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Jika kampus memangkas waktu operasional, maka pelayanan dapat ditingkatkan secara signifikan untuk menghindari penumpukan dan keterlambatan. Namun yang terjadi, pelayanan akademik lambat, dan birokrasi mempersulit. Pelaksanaan wisuda periode 2 pun juga sempat tertunda, yang awalnya diinformasikan akan dilaksanakan pada bulan Mei ke Juni, ternyata dapat terlaksanakan awal bulan Juli.
Pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) pun sempat dipercepat. Hal ini diinformasikan melalui web resmi UIN RIL pada (05/07). Mahasiswa diminta membayar UKT terhitung lebih cepat dibandingkan pada semester sebelumnya. Biasanya pembayaran dimulai pada bulan Agustus, namun kini terakhir membayar diharuskan pada bulan Juli. Tetapi pada (09/07) akhirnya, UIN RIL memberikan informasi terbaru terkait perubahan jadwal pembayaran UKT yang diperpanjang hingga dapat dibayarkan sampai 15 Agustus 2025.
Saya rasa pihak rektorat dan birokrat kampus harus berhenti membungkus kelemahan tata kelola dengan kata "efisiensi." Mahasiswa bukan sekadar objek kebijakan, melainkan subjek aktif yang berhak mendapatkan pelayanan akademik yang cepat, adil, dan bermutu. Menurut saya, hal ini menunjukkan ketimpangan dalam pengelolaan kebijakan kampus.
Ketidakjelasan sistem Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL)/magang terlihat mempersulit dan membuat bingung mahasiswa. Hal ini justru terlihat merugikan pihak mahasiswa baik secara akademik dan finansial. Kegiatan akademik seharusnya berjalan seimbang dengan kewajiban administrasi.
Menurut saya, adanya berbagai macam perubahan dan tidak adanya kebijakan yang memprioritaskan kondisi mahasiswa ini tentunya akan menyebabkan kebingungan, keresahan serta mahasiswa akan merasa terbebani terutama mengenai efisensi. Pihak kampus harus mengutamakan kepentingan mahasiswa dalam setiap mengambil keputusan, karena mahasiswa juga wajib memperoleh haknya. Begitu pula dalam kebijakan efisiensi ini, seharusnya dilakukan secara transparan, cepat tanggap, dan adil yang tentunya tidak merugikan mahasiswa.
Mahasiswa tentu berharap pihak kampus bisa lebih responsif dan adil dalam mengelola kepentingan mahasiswa. Transparansi informasi dan peningkatan kualitas fasilitas seharusnya berjalan seiring dengan kebijakan keuangan. Mahasiswa bukan hanya objek administratif, tetapi juga subjek utama dalam dunia akademik yang perlu dihargai dan didukung.
Karya: Tim PersMa Raden Intan