Kamis, 01 Mei 2025

HARI PENDIDIKAN NASIONAL SEBAGAI REFLEKSI TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL

[ Artikel ]


Sumber: Pinterest

Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei menjadi momentum refleksi terhadap kondisi pendidikan Indonesia di era digital. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, anak-anak kini lebih akrab dengan konten viral ketimbang lagu-lagu edukatif. Dalam kutipan resmi CNN Indonesia, Sekolah Menengah Atas (SMA) Labschool Jakarta menegaskan pentingnya karakter pelajar melalui kegiatan Trip Observasi yang mengusung tema “Membentuk Karakter Pelajar Profil Pelajar Pancasila Menuju Generasi Emas 2045”. Ini menjadi contoh nyata bahwa pendidikan karakter sangat dibutuhkan di tengah arus digitalisasi budaya.

Namun, di balik semangat pendidikan, tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah pengaruh teknologi, terutama penggunaan gadget yang tidak terkendali. Berdasarkan laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dimuat oleh Media Indonesia, sebanyak 25,4% anak di Indonesia menggunakan gawai lebih dari 5 jam per hari di luar kepentingan belajar. Hal ini dinilai berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak, termasuk menurunnya kemampuan komunikasi langsung dan empati sosial. 

Banyak dari mereka terpapar konten viral yang tidak sesuai usia dan nilai karakter, seperti kekerasan atau gaya hidup konsumtif. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan kurikulum dan sekolah, tetapi juga harus mempertimbangkan ekosistem budaya digital yang memengaruhi kehidupan anak sehari-hari.

Pembenahan sistem pendidikan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Dosen Prodi Psikogi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL), Tomy Suganda, M.Kes., menyampaikan dalam wawancara pada Senin (28/5) bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam membawa perubahan. Kreativitas dan kepedulian sosial harus dijadikan kekuatan untuk memperbaiki kondisi pendidikan. Momentum Hari Pendidikan Nasional harus menjadi ajakan untuk bergerak bersama, bukan hanya sekadar peringatan seremonial.

Senada dengan itu, Beko Hendro, Lc., M.Hum., selaku dosen Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN RIL, juga menekankan dalam wawancara pada Rabu (30/5) bahwa pendidikan karakter saat ini semakin terpinggirkan akibat pengaruh media sosial yang kuat. Apa yang dilihat dan didengar langsung dipraktikkan, kadang tanpa filter. Di sinilah pentingnya peran orang tua untuk membatasi penggunaan gadget dan membangun rutinitas yang sehat, jelasnya. Menurut beliau, nilai-nilai seperti tanggung jawab, disiplin, dan manajemen waktu harus ditanamkan sejak kecil karena sekolah saja tidak cukup.

Pendidikan karakter, pembatasan gawai, dan sinergi antara sekolah, keluarga, serta komunitas pendidikan menjadi kunci untuk menjaga arah pendidikan nasional. Dengan kesadaran kolektif, Hari Pendidikan Nasional bukan hanya diperingati secara seremonial, tapi juga menjadi titik balik dalam menyiapkan generasi emas 2045 yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat dalam karakter.

Karya: Erliana

Editor: Indepth

AKSI MAY DAY, DESAK PEMERINTAH WUJUDKAN UPAH LAYAK DAN CABUT UU CIPTA KERJA

[ Berita ]


Sumber: Naila

Raden Intan – Seruan Aksi May Day, Buruh di Lampung desak pemerintah wujudkan upah layak dan cabut Undang-Undang (UU) cipta kerja di Hari Buruh Nasional. (Kamis, 01/05/25).

Sejumlah kurang lebih 500 massa aksi dari berbagai lembaga serta organisasi menyuarakan suara mereka melalui aksi May Day 2025. Aksi ini berlangsung di Tugu Adi Pura, Bandar Lampung sejak pukul 10.30 WIB s.d selesai.

Dengan menyuarakan pernyataan sikap pada May Day, massa aksi membawa beberapa tuntutan di antaranya: 

1. Wujudkan upah layak Nasional.

2. Hapuskan sistem kerja kontrak dan outshourcing.

3. Cabut UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

4. Tolak Pemutusan Hubungan Kerja sepihak.

5. Tolak UU Cipta Kerja.

6. Wujudkan perlindungan sosial transformatif.

7. Wujudkan penataan ulang agraria sejati.

Selain itu, Basirudin selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) dari Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI-KSN) menyatakan bahwa pemerintah harus membuat regulasi sebagai pelindung para kelas menengah.

“Sebenernya sederhana saja, pemerintah harus membuat regulasi atau peraturan untuk menjadi pelindung untuk kelas menengah seperti membuat survei untuk kebutuhan layak. Karena mengupayakan upah layak nasional itu termasuk menyeimbangkan dari segala kebutuhan dan itu yang menjadi poinnya,” jelasnya.

Selanjutnya, Alwi selaku Federasi Serikat Buruh Makanan Minimuman (FSBMM) Regional Barat menyampaikan harapannya terhadap pemerintah.

“Saya harap pemerintah membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja karena banyak pengangguran produktif dan pabrik yang ditutup," ucapnya 

Reporter: Aulia & Naila

Editor: Indepth