![]() |
Sumber: Artificial Intelligence |
Fenomena pemberian bingkisan saat sidang mulai dari snack, buah, minuman, hingga makan siang masih menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa karena menimbulkan pertanyaan, apakah ini ungkapan terima kasih atau justru beban finansial? Sidang merupakan momen penting yang kerap disertai tradisi turun-temurun, termasuk penyediaan konsumsi untuk dosen penguji.
Hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa menunjukkan bahwa praktik ini lebih tepat disebut kebiasaan, bukan aturan resmi fakultas atau jurusan. Di beberapa jurusan, kebiasaan ini mulai dikurangi, terutama bagi mahasiswa yang tidak merasa “harus” menyiapkan konsumsi. Biasanya, konsumsi berupa snack dan minuman saat seminar, atau tambahan makan siang saat sidang seminar hasil (semhas). Jika bertepatan dengan bulan Ramadan, konsumsi sering diganti dengan bingkisan atau parsel berisi sembako.
Seiring waktu, praktik ini menimbulkan beragam pandangan. Dalam pandangan saya, pemberian konsumsi seharusnya merupakan ungkapan terima kasih, bukan kewajiban. Beberapa dosen menekankan pentingnya keikhlasan mahasiswa dalam memberi. Namun, jika tidak diatur dengan jelas, praktik ini bisa menimbulkan persepsi negatif, seperti "mengapa harus menambah pengeluaran mahasiswa” atau justru terasa seperti pungutan.
Pandangan serupa juga diangkat dalam artikel Mimbar Untan berjudul “Budaya Pemberian Konsumsi di Seminar Skripsi, Antara Terima Kasih atau Gratifikasi?” yang menyebut bahwa praktik pemberian konsumsi bisa dipandang ambigu. Di satu sisi, ia dapat dimaknai sebagai wujud terima kasih mahasiswa kepada dosen penguji. Namun, di sisi lain, tanpa regulasi yang jelas, hal ini bisa disalahartikan sebagai gratifikasi yang memberi kesan tidak sehat dalam dunia akademik.
Di beberapa jurusan, sistem penyediaannya berbeda ada yang diatur dan dibayar bersama, ada yang sepenuhnya diserahkan kepada mahasiswa. Mahasiswa yang diwawancarai menilai sebaiknya kebiasaan ini dipertahankan dengan penegasan bahwa tujuan utamanya adalah ungkapan terima kasih. Jika penegasan tersebut tidak ada, lebih baik kebiasaan ini dihapus agar tidak menimbulkan spekulasi negatif.
Menurut pandangan saya, kebiasaan pemberian konsumsi saat sidang sebaiknya tidak lagi menjadi suatu keharusan. Tradisi ini memang punya sisi positif, yaitu sebagai bentuk apresiasi mahasiswa terhadap dosen penguji. Namun, di era sekarang ketika beban biaya kuliah sudah cukup tinggi, menambahkan kewajiban konsumsi bisa menjadi tekanan tersendiri.
Saya lebih setuju jika pemberian konsumsi benar-benar bersifat sukarela, sesuai kemampuan mahasiswa, tanpa ada standar tertentu yang menimbulkan rasa tidak enak jika tidak dilakukan. Dengan begitu, pemberian konsumsi tetap bisa menjadi ungkapan terima kasih yang tulus, bukan sesuatu yang dipaksakan atau membebani.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dan pendapat penulis, mahasiswa memiliki kebebasan untuk memberi atau tidak, sesuai kemampuan dan keikhlasan masing-masing. Universitas, fakultas dan jurusan dapat memperkuat pesan ini agar mahasiswa tetap bisa mengekspresikan rasa terima kasih tanpa merasa terbebani secara finansial, sekaligus menghindari anggapan bahwa tradisi ini mengarah pada gratifikasi.
Karya: Adisty
Editor: Indepth