Rabu, 12 Februari 2025

KELANGKAAN GAS LPG 3 KG, ULAH PEMERINTAH ATAU MASYARAKAT?

[ Opini ]

Sumber: tirto.id

Fenomena kelangkaan gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) yang kerap terjadi di berbagai daerah, seolah menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Banyak orang yang langsung menyalahkan pemerintah atas masalah ini, namun tidak sedikit juga yang beranggapan bahwa masyarakat turut berperan dalam memperburuk keadaan.

Berdasarkan laman tirto.id, beberapa agen gas ada yang mengungkapkan bahwa sudah beberapa hari tidak pernah mendapatkan gas bersubsidi tersebut. Setiap kali akan mengambil dari terminal pusat persediaan sering kosong. Selain mengalami kelangkaan, warga juga mengeluhkan harga yang meningkat menjadi Rp.24.000,00 per tabung dari semula Rp.20.000,00—Rp.22.000,00

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia angkat suara. Dilansir dari news.detik.com, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan tidak ada kelangkaan tabung gas LPG 3 kg. Sebab, kebutuhan terhadap gas LPG 3 kg pada 2024 dengan 2025 sama.

Bahlil menjelaskan, yang terjadi saat ini bukanlah kelangkaan, tapi proses perubahan dari pengecer menjadi pangkalan. Menurutnya, pemerintah telah menganalisa dan menunjukkan bahwa masih terjadi kenaikan di tingkat pengecer yang memberatkan masyarakat. Beliau mengatakan saat ini pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan supaya masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai jika membeli langsung di pangkalan.

Entah bagaimana kebijakan ini akan diterapkan dan apakah dapat berkelanjutan? Atau bahkan malah lebih menyulitkan masyarakat? Hal ini perlu diperhatikan lebih detail, apa saja resiko yang akan datang ketika kebijakan ini berlangsung. 

Al Hidayat Samsu S.Pd., M.Pd, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Kelompok DPD Periode 2024-2029, di Jakarta, Selasa, (04/02/2025) memberikan sejumlah tuntutan kepada Pemerintah serta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, diantaranya:

1. Mengevaluasi kebijakan distribusi gas LPG 3 kg yang menyebabkan kelangkaan dan antrean panjang yang membahayakan keselamatan masyarakat.

2. ⁠Menjamin ketersediaan gas LPG di seluruh daerah agar rakyat tidak perlu bersusah payah mencari kebutuhan pokok mereka.

3. Menghentikan kebijakan yang tergesa-gesa tanpa kesiapan infrastruktur dan sosialisasi yang matang, yang justru mengorbankan rakyat kecil.

4. ⁠Menjalankan transparansi dalam pengelolaan subsidi energi agar benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak, bukan sekadar retorika politik.

Saya sependapat dengan tuntutan tersebut, karena kebijakan pemerintah ini terlihat tergesa-gesa. Walaupun sebenarnya pemerintah tentu tidak lepas dari tanggung jawab dalam mengatasi kelangkaan gas LPG 3 kg. Kebijakan yang kurang tepat, ketidaksesuaian antara kebutuhan dan distribusi, serta peraturan yang belum sepenuhnya efektif, sering kali menjadi pemicu utama kelangkaan. Di satu sisi, subsidi untuk gas LPG 3 kg memang diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu, namun seringkali hal ini dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak. Distribusi yang kurang tepat juga turut memperparah masalah ini.

Kelangkaan gas ini, menurut saya menambah beban bagi masyarakat Indonesia. Mereka perlu mengeluarkan uang lebih bahkan mencari alternatif lain untuk menggantikan LPG ini. Bahkan, tak jarang masyarakat yang rela antre dan berdasakkan demi membeli gas LPG 3 kg pada agen gas. Pada 3 Februari 2025 lalu, dilansir dari laman mpr.go.id, seorang ibu rumah tangga di Pamulang, Tangerang Selatan diduga meninggal dunia akibat kelelahan setelah mengantre berjam-jam untuk mendapat gas LPG 3 kg. 

Saya merasa bahwa pemerintah harus lebih tegas dalam mengatur distribusi dan memberikan sanksi terhadap pelaku penimbunan atau pengecer yang tidak jujur. Sementara itu, masyarakat juga harus mulai menyadari bahwa gas LPG 3 kg bukanlah komoditas yang bisa dibeli secara berlebihan, apalagi dengan tujuan dijual kembali.

Karya: Witness
Editor: Indepth