Senin, 01 Oktober 2018

PUZZLE TERAKHIR



Seperti kata  banyak orang bahwa hidup ada saat nya terjatuh dan ada yang bisa bangkit. jika kau Mengumpulkan potongan pazzel terakhirnya ,kau akan bisa bangkit. Saat kau terjatuh kau tak akan tau apa yag akan hilang dari hidupmu, hingga akhirnya kau tau saat semua makin menghilang dari diri mu. Hingga dia satu titik cahaya yang  akan bersama mu dan perlahan menghilang , tak ada penerangan lagi.

‘bangun...bangun’ laki-laki itu menggali  tanah kuburan . lelaki itu menangis tak berdaya. Memeluk kuburan seolah orang yang ada di dalamnya .kuburan terlihat  sedikit basah kerena hujan tadi malam. Dia ingin kekasihnya kembali kepelukannya.


Hidup tak seindah yang kau pikirkan, bukan?. Cinta bagaikan penjajahan yang ingin memiliki dan tak ingin dilepasan.definisi yang luar biasa, bukan?.
Satu definisi cinta menurut ku ,bukan hanya cinta untuk berbeda jenis manusia. Tapi juga kasih sayang dan menghargai. Aku tak perlu kekasih untuk bisa bahagia keluarga dan sahabat mereka ada disini untuk memberikan rasa yang menyejukan untukku. Namun, semua perlahan menghilang aku mulai mundur dan terjatuh seperti nya.aku kehilangan potongan pazzelku. Apa yang membuat aku kehilangan? Apa kerena kesalahan ku sendiri?. Aku sendirian disini mematung dihadapan mereka yang mulai memasuki kelas.
Aku tersenyum kikuk ,apa semua akan baik-baik saja?. Apakah aku akan dilecehkan lagi?apakah aku akan dibully lagi?. Itu simpang siur dipikiranku. Aku mulai memasuki kelas mengambil meja paling depan . setidak aku tidak sendirian dibelakang. Setidak mereka akan lewat disamping ku untuk melihat sekilas wajah ku. Setidaknya.
Har ini hari yang dingin untuk penyakit hepotermia ku,semua orang bersorak_sorak gembira kerena hari  ini guru kunjungan. Aku duduk menepih menyeret bangku ke arah ujung kelas.aku bisa mendengar apa yang mereka katakan meski hanya satu Hz
“ kak kelas kita yang meninggal”
“apa iya”
“iya, kata dengan pacarnya. Tapi pacar sekarang koma. Seperti kita juga. masih kelas 11”
Siswa itu mentutup mulutnya tak percaya, sepertinya dia kenal orangnya itu.aku tak berperduli dengan apa pun. Hidupku saja sudah mengenaskan bagiamana aku harus memikirakan orang lain.   Aku mengambil handseat dari kantong ku , lalu meletaknya di telinga ku.
Satu tahun berakhir tanpa jeda. Semua orang hanya berlalu lalang dihadapaan ku tanpa menyapa.mengakrabi ku kerena hanya ingin sesuatu dariku. Saat aku balik menyapa mereka tak mendengarku. Tapi anak  perpindahan kelas ini, terus menatapku sejak pertama kali kekelas ini. Aku mengerutkan jidatku ‘aneh’

Dia menatapku mengedip-edipkan matanya, ‘mata nya kelilipan apa yak’ kata ku dalam hati. Tanpa disadari pazzel yang hilang itu adalah ini rasa simpatiku yang hilang pertahan terhadap orang yang baru ku kenal. Sepuluh menit dia melihat wajah ku , aku memalingkan wajah ku kearah lain.hingga akhirnya dia pergi karena dipangil oleh seseorang. Itu geng hancur lebur yang tak bisa dibayangkan dengan kata – kata. Aku hanya bisa menopang jidat ku. Bagiamana bisa aku berhubungan dengan perokok itu kerena aku tak suka seorang perokok.
Definisi hidupku, jika dia menyukai harus dia bisa  mengerti diriku. Ya, kalian bisa bilang aku egois. Sesoerang harus saling menghargai.jika saling menghargai dalam kebaikan aku setuju. Tapi soal ini aku tak bisa memahami nya.aku benar-benar tak perduli tentang nya. Namun, dia terus mengusahkan segala hal agar aku melihatnya. Meminjam pena ku, penghapus, pensil dan lainnya. ‘ih, miskin. Memangnya aku foto copy’ batin ku.
Perlahan aku mulai menyukainya, dengan sifat aneh dan kikuknya. Ingin mengekangnya sekarang aku seperti seorang penjajah. Aku tiba-tiba ingin melihat nya berhenti berbuat nakal .mengubah hidupnya dari inci ke inci. Tapi, setelah sekian lama aku mencoba ,aku akhirnya sadar ,siapa lah aku manusia terkuno yang tak tau tentang dirinya? . masalalunya yang peling mensayat hati. Aku mengetahuinya dari orang yang ikut bersedih karena mereka yang merasakan hal yang sama seperti yang laki-laki itu.
  “kau tak tau tentangnya , saat kau  tau kenapa dia seperti itu kau akan menyesal nantinya”
  Dia menujuk kearah orang dari kejuahan itu, aku menatap nya dari kejuahan ternyata lelaki itu. Apa yang harus aku peredebat kan tentang nya? Wajah pucat seperti habis ngelem itu,  apa itu yang harus dipertanyakan sekarang.
Reno  dulu dia adalah pria yang baik,hidupnya seperti di atas langit. Punya kekasih yang mengagumi nya  dengan penuh keikhlasan. Keluarganya yang mendukung hubungan mereka dan tidak memperdebatkan apa pun tentang Reno. Ibadah nya pun tak pernah ditinggal sedikitpun. Tapi, bagimana dengan nya sekarang porak-poranda,  seperti tak ada hari esok. Sejak kepergian kekasihnya.  Dia sekarang seperti kayu lapuk di senggol sedikit bisa pata.
  ‘kenapa bisa begitu,apa yang sebenarnya tidak ku ketahui tentang sekolah ini’
Hujan turun sangat deras hari ini ,reno dan kekasihnya menerobos hujan yang sangat lambat, lalu lalang mobil dan motor banyak hari ini, dengan rada terburu- buru. Agar bisa cepat pulang atau sekedar singgah untuk menunggu hujan segera redah. Ditambah lagi ini jam istirahat sholat zuhur. Mereka sangking tidak sadar dengan dunia, kekasih Reno tak tau bahwa jilbab panjangnya sudah menutup lampu sendnya. Apa yang difikirkan orang – orang saat mengebut di musim hujan ,tanpa helm , berduaan di atas motor ?. terjatuh di jalan raya pasti fikiran mereka seperti itu , meskipun mereka tak tau apa yang terjadi sebenarnya. Benar saja, mereka terjatuh di seruduk truk dari belakang. Kerena tak melihat send mereka. Kepala mereka menghantam duluan ketepi jalan aspal.
 Beberapa menit kemudian...
Kekasih Reno terbangun dari pingsan nya. Langsung menghampiri Reno dan menangis memangilnya “Reno..”. tak ada ucapaan sama sekali dari mulut Reno.  Dia sudah sekarat , kening nya berdarah, semuanya lecet, Dan lengan mulai membiru keunguan.
“ tolong!!! ,uhuk.. uhuk..” dia melihat orang-orang yang ada di atasnya, namun, tak ada yang mengubris kekasih Reno, bagiamana orang itu bisa menolong . mereka tak pernah di ajarkan pertolongan pertama atau bekerja sebagai dokter. Orang yang berada di belakang menyingkir kumpulan manusia yang ada di depannya. Dan langsung mengakat Reno keluar dari kerumunan dan kebetulan saja di membawa mobil  hari ini.
“ kamu tidak apa-apa dik” kata orang itu memegang bahu kekasih Reno yang sedari tadi batuk
“tidak apa ,pak. Antarkan saja reno ke rumah sakit terdekat.uhuk..uhuk.. Saya ingin pulang saja” kata nya memegang  kening yang pening sedari tadi. Tapi,kerena panik tadi dia tak merasa rasa sakit itu. Dan juga ada mual yang terselubung di dalam lambungnya, serasa ingin muntah. Orang itu hanya mengangukkan kepala nya, tanda dia mengerti kata- kata remaja itu. Orang itu mengantar kekasih Reno kerumah nya setelah mengantar Reno kerumah sakit. Dan sedikit berbincang pada orang tua nya tentang kejadian yang menimpah mereka berdua. Orang tua nya cukup maklum , karena semua orang pasti pernah mengalaminya walau hanya sekali
Kekasih Reno sekarang berbaring di ranjang kamar nya. Kepala pusing sekali seperti dihantam batu besar. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?. Tak lama kemudian rasa yeng menyeruak itu keluar juga. dia keget, ternyata darah yang keluar dari tenggorokkannya. Tanpa sadar ternyata ada benturan dikepala nya  yang membuat pendarahan di otak bahwa. Perlahan mata menggelap dan meninggal kan nafas terakhirnya, ibunya yang baru masuk terlonjak keget melihat darah yang membasahi ubin rumahnya. Ibunya langsung berlari mengampirinya. Mengoyangkan tubuhnya ,menyuruh bangun. namun, tak ada respon. Dia sudah meninggalkan dunianya untuk selamanya. Ibu nya tak bisa merasakan apa pun apakah dia harus menangis atau tidak?. Nasi sudah jadi bubur , anak tidak akan kembali lagi  seadainya dia tau  bahwa akan jadi begini dia akan membawa nya kerumah sakit. Tapi apa daya tak ada yang bisa diselamatkan. Dia tak ingin mengutuk Reno. Berfikir bahwa ini yang telah di tulisan di tangan anaknya dari ALLAH SWT.

Sudah dua minggu berlalu Reno belum juga bangun dari komanya. Dia tak tau berapa kali temannya datang mengunjunginya. Menatap nya dari lorong ICU, berharap dia bangun dan melihat apa yang terjadi sejauh dia koma. Tak terhitung seberapa air mata yang keluar untuk kesembuhannya. Keesokan harinya akhir Reno sadar , dia menatap keluarga nya dan sahabatnya.wajah mereka terlihat murung dan sedih . Namun, Reno tak tau apa pun. Ibunda Reno mengelus surai hitam miliknya dengan lembut. Berterima kasih pada Allah telah mengembalikan buah hatinya.
Seminggu Reno dibohongi tentang kekasihnya, dia tak tau bahwa kekasih telah meninggalnya untuk selama-lamanya. Namun , Reno tak percaya sampai dia melihatnya kekasih nya sedang apa sekarang. Ayah yang melihatnya kasihan juga , hidupya seolah tunggul hidup. Meskipun dia tau anaknya akan lebih hancur nantinya, tapi bangkai  pasti akan ketauan juga meskipun di pendam. Untuk itu Reno diajak oleh ayah  pergi ke makam  kekasihnya. Sesampainya disana Reno berdiri melihat nama pemilik nisan itu, terdiam sejenak. Dan terjatuh tanpa tumpuan.keheningan mulai menyelimuti , penyesalan yang tak kunjung berhenti. Menecemoh diri nya sendiri di dalam hati ‘kenapa tidak aku saja mati seperti ini’.
 Setelah dia tau kepergian kekasihnya , terjadi banyak pelampisan dlam hidupnya. Dia tak menjadi anak baiklagi sekerang, lebih sering merokok , minum alkohol dan keburukan lainnya. Teman-temannya yang nakal itu memanfaatkan situasi ini. Agar dia terjebak di dalam nya. Meskipun begitu aku tetap salut dengannya. Dia tetap inigi menyalurkan hobynya untuk mengilangkan rasa sedih itu. Hidupnya  menjadi dua sisi yang berbeda.
Aku sekarang tau atas dasar apa aku harus mengaguminya. Perlahan aku membuka hati ku lebih banyak untuknya, aku tak ingin lagi mengoreksi apa kah dia baik untuk ku atau tidak. Aku sekarang terbuka untuknya. Namun, semakin jauh  perjalan ini. Dia perlahan menghilangakan rasa itu pada dirinya, aku tak mengerti apa kah dia hanya mempermainkan ku sekarang atau sejujurnya ada hal lain yang menganggu pikiran nya?. Reno mulai menjauhi ku semenjak dia operasi mata akibat kecelakan itu,apakah dia takut aku pergi seperti kekasihnya?. Kerena , katanya dia mengagumiku , sebab aku mirip kekasih dan hampir sama sifatnya dengan ku. Mungkin saja dia takut kehilangan.Namun, setiap kali aku ingin bertanya tentang hal itu, geng  Reno selalu menghalangi pertanyaan ku dengan mengajak nya pergi ke pangkalan mereka.
“kenapa kamu selalu ikut campur, hah, dasar kamu ya”Suara  ketua kegeng itu membuat telinga ku mengerut
Oh ya allah, seperti ini jadinya padahal aku telah membuka hatiku untuknya, ya allah tega nya dia membolak balikkan kehidupaan ku. Sepertinya aku yang sekarang dijajah.aku tak ingin perduli lagi dengan ini. Aku ingin bebas sekarang dan terserah dia mau apa sekarang.aku tak ingin mengungkit apa pun ?. aku sudah biasa dibeginikankan , toh, aku sudah terbiasa merasakan sakit.
Aku sekarang duduk di bangku ku,yang berada didepan papan tulis yang masih  bercoretkan tinta hitam . memandang jauh dengan tatapan kosong. Dia melewati ku , mata kami bersapaan sebentar.
‘aku ingin melihat mu, bahagia.aku mungkin tak bisa mengumpulkan yang kau sebut pazzel itu lagi.aku baru menyadari aku adalah orang buruk, maaf seharusnya aku sadar aku tak pantas untuk mu’ aku menyadari sepertinya mata itu menghisratkan sesuatu

Oleh : Indah Pelitasari Ardanti (Psi/18)

SEBUAH INSPIRASI



Ku tatap nanar sebuah gelas kaca
Tak satu patah kata pun Ia berkata
Ku edarkan seluruh pandangan ku padanya
Semua masih saja sama

Beri aku inspirasi
Agar aku bisa berpuisi
Melawan hati
Yang masih saja sepi

Aku butuh inspirasi
Mengukir jejak jejak negeri
Membuka cakrawala hati
Mengusir malas dalam diri

Inspirasi dari mimpi
Inspirasi dari hati
Membangkitkan gelora diri
Waktu tak mungkin menanti

Wahai inspirasi
Kembali ke hati
Kembali ke diri
Agar mimpi
Mampu
Di realisasi


Oleh : Rini Mardiatun Nisa (AFI/17)

BERTAHAN, MENUNGGU DAN KECEWA



Suara hujan terus menerus menerobos memasuki gendang telingaku. Tapi tak apa, mungkin saat ini langit ingin menemaniku untuk menyamarkan suara tangisanku. Kuberjalan mematikan lampu kamarku, masih dengan air mata dipipi. Seketika, aku ingin kegelapan. Bahkan kutidak ingin melihat bagaimana berantakannya diriku ini. Lukaku kali ini benar-benar sangat perih. Menumpas semua kebahagian yang amat bahagia. Semua bermula dari 5 tahun lalu saatku menginjak kelas 3 smp.
......
Sore itu hari pertamaku masuk kelas disebuah tempat bimbel. Tapi sangat disayangkan hujan yang sangat deras membuatku datang terlambat hari itu. Bajuku dan rambutku sedikit basah, karena saat turun dari motor dan melepas jas hujanku. Saat ku membuka pintu tempat bimbelku ada seorang cowok yang baru juga datang. Memakai seragam yang sama dengaku. Putih biru. Dia melempar senyum kepadaku. Kuhanya membalasnya denhan senyuman kecut. Moodku hancur karna hujan. Kuberjalan mencari kelas bimbelku, tak disangka ternyata cowok itu sekelas denganku.
Tak diduga dia menyukaiku. Bukan aku kegeeran tapi sejak dari dia meminta nomor whatsappku. Dia tidak berhenti untuk mengakhiri chatnya denganku.
"Eh tau gak sih, ada cowok yang gak berenti chatin aku terus loh" kubertanya kepada Mita, teman sebangkuku.
"Siapa-siapa? Ganteng gak? Suka kali dia sama kamu Din"
"Ah kamu mah ganteng-ganteng aja ihhh" kumendorong pundak Mita.
"Ih serius, kalo ganteng untuk aku aja kalo kamu gakmau mah" Mita tertawa girang.
Mita memang lebih jago kalau masalah cinta. Berbanding terbalik dengan aku. Jujur baru pertama kali ada cowok yang deketin. Dan sebenernya kurang tertarik juga. Kalau denger cerita Mita tuh sakit hati terus sama cowok. Jadi males deh.
Presepsiku ternyata salah. Berjalannya waktu aku nyaman dengan dia. Namanya Depa. Beda sekolah denganku. Dia lumayan ganteng dan lumayan pinter juga. Kalau aku, Dinda. Lumayan semua juga. Jadi kami pasangan lumayan.
Setelah 2 bulan deket akhirnya kami pacaran. Ini pertama kalinya aku pacaran. Gak ada hubungan yang berjalan dengan baik-baik aja. Semua pasti punya masalah. Kami putus setelah 8 bulan pacaran. Kuakui semua salahku. Tapi aku tidak merasa bersalah saat kuminta putus. Tapi setelah kelulusan, tiba-tiba rasa bersalah itu muncul ketika dia dekat dengan seorang cewek. Aku melihat postingan instagramnya. Tapi belum pacaran sepertinya.
Dan lagi-lagi takdir memihakku. Kediterima di SMA yang sama dengan Depa. Dan lebih menariknya kami sekelas. Jangan tanya bagaimana perasaanku ke Depa saat ini. Sebenarnya rasa itu masih ada tapi rasa benciku mengiringi rasa itu. Bagaimana bisa dia dekat dengan cewek lain ketika aku masi berharap untuk dia kembali?
Seperti orang musuhan saja kami dikelas. Padahal dia biasa saja. Tapi aku tidak bisa. Dia adalah orang pertama yang datang. Masih terselip dihati ini agar dia menjadi yang terakhir juga.
Seminggu berlalu. Tiba-tiba Depa duduk disampingku saat kusedang mengerjakan tugas di jam istirahat. Sontak langsung saja kututup buku yang kutulis dan beranjak pergi meninggalkan Depa. Tapi, tangannya menarik tanganku. Dan matanya memberikan isyarat untuk menyuruhkh duduk kembali. Kubalas dengan sinis dan akhirnya terpaksa duduk.
"Aki minta maaf" Depa memulai pembicaraan
"Dinda, ayo balikan" lanjutnya
"ENGGAK!!" Jawabku lalu pergi keluar pintu kelas
Kamu ingin tau perasaanku saat itu? Hatiku merasa menang bisa membalas perlakuannya. Kumenganggap itu balasan karena dia dekat dengan cewek lain setelah putus dariku. Tapi cuma itu saja alasanku berkata "enggak" dengannya tadi. Sebenarnya aku sudah menunggu hari ini.
Kami balikan setelah aku mengirim pesan Whatsapp kepadanya esok hari. Ini semua sudah kurencanakan dan kujuga sudah menjelaskan semuanya kepada dia.
Hari-hari selanjutnya berlalu dengan baik. Kami jarang ribut. Kalau ributpun Depa pasti mengalah. Sebenarnya Depa itu orangnya dewasa dan sangat baik. Dan sangat pengertian walau kadang dia suka nyebelin. Kisah cinta kami memang tidak seindah film Dilan yang penuh dengan kegombalan. Tapi kusangat mencintainya. Entah mengapa.
Setelah 2 tahn jadian, dia memperkenalkanku dengan orangtuanya. Begitupun dengan orangtuaku. Dia bilang dia ingin serius denganku. Kumerasa dan yakin sepertinya kami akan menikah. Sebenarnya ini terlalu cepat karena kami masih SMA. Tapi apa salahnya jika kami sama-sama serius.
"Din, tunggu aku 5 tahun lagi ya. Setelah aku wisuda aku akan melamarmu. Dan setelah aku mendapat pekerjaan kita akan menikah. Berjanjilah denganku untuk menungguku"
Itulah kata-kata yang dia ucapkan padaku sebelum dia berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Aku juga berkuliah, tapi aku kuliah di Universitas Swasta disini. Dan Depa diterima Ujian Mandiri di salah satu Universitas di Jakarta.
Hubungan jarak jauh membuat hubungan kami agak goyah. Depa lumayan ganteng. Pasti banyak cewek-cewek Jakarta yang cantik mencoba menggodanya. Tapi kuselalu inga akan janjinya. Walau kadang ragu tapj aku yakin dia serius denganku.
Setahun berlalu kumemutuskan untuk putus dengan Depa. Sebuah hidayah menyapaku. Kuingin hijrah dijalan Allah. Kami putus secara baik-baik. Kumenjalaskan semuanya dan syukur dia mengerti. Jauh dari lubuk hati ini masih sangat berharap untuk dia kembali nanti seperti yang dia janjikan dulu. Bukan hal mudah untuk aku mengambil keputusan ini. Tapi ku selalu yakin dia akan kembali.
..........
"Dinda, ada tamu diluar" teriak kakakku dari luar.
Aku beranjak dari tempat tidurku dan merapihkan  pakaianku. Kulangsung menuju ruang tamu.
Kumelihat seorang cowok duduk disofa. Perawakannya tak asing bagiku.
"Eh Depa?" Aku sangat kaget terbalut senang saat itu.
Dia langsung memelukku erat dan tanpa alasan yang tak kutau dia menangis.
"Din maaf" isak tangisnya.
Kumelepaskan pelukannya dan menyuruhnya agar duduk.
"Kenapa Dep? Ada apa?" Tanyaku.
Dia mengapus ait matanya. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dan memberikannya kepadaku. Aku terkejut setengah mati karena yang kuterima adalah sebuah undangan pernikahannya. Tapi bukan denganku, tetapi dengan orang lain. Mataku berkaca-kaca saat itu. Kuingin menahan tapi tak tertahan.
"Maaf din. Ceritanya panjang banget. Aku udah nyakitin kamu. Maaf gak bisa nepatin janjinya"
"Tapi kenapa secepet ini Dep?" Air mataku akhirnya jatuh.
"Aku bukan cowok yang baik untuk kamu. Aku gakpantes buat kamu. Aku....aku....aku udah hamilim dia Din" jawab Depa
Kuhanya terdiam mendengar penjelasannya. Bukan Depa seperti ini yang kukenal dulu. Dia bahkan sangat menghargai seorang wanita. Tapi bisa-bisanya dia berbuat seperti ini.
"Maafin aku ya Din. Semoga kamu bisa cepet lupain aku Din. Jaga diri kamu baik-baik ya."
Depa bangkit dan pergi. Sedangkan aku, masih terdiam dengan air mata masih mengalir dipipiku. Berkali-kali kumencubit tanganku, aku harap ini hanya mimpi saja.
"Kenapa dek?" Kakakku datang menghampiriku. Sontak kulangsung memeluknya erat dan menangis dengan sejadi-jadinya.
Kali ini takdir benar-benar tidak memihakk. Doaku terjawab. Kebimbanganku berakhir. Tinggal mengikhlaskannya saja yang sulit.

Oleh : Cindy Damayanti Boru Hutagalung (PM/18)

WANITA DALAM KOTAK



Siang itu kulangkahkan kaki untuk menyusuri keramaian, ntah mengapa disana ada sesuatu yang membuatku menatap berkelanjutan. Disana aku melihat tiga wanita, mereka terlihat bercengkrama...
Ya mereka sedang berhimpun, dari kejauahan sayup-sayup kudengar mereka berbicara dengan nada yang meninggi.
Nampaknya aku mencium aroma-aroma kelahi, ahh untuk apa ku gubris pikirku.
Namun aku begitu penasaran, kaki kulangkahkan telinga kubuka untuk mendengarkan percaakapan yg diucapkan.
Kubuatkan sebutan untuk ketiganya, yang pertama wanita sholeha dengan cadar, kusebut dengan nama si suci, lalu wanita dengan kebayanya itu aku sebut dengan nama ahli tradisi, dan wanita terakhir, seorang wanita yang nampak berwiba dari caranya aku tahu dia adalah pendongkrak hak-hak wanita, dan aku sebut dengan nama penganut Fenimisme.
Aku mendengar Si Suci berkata kepada Ahli Tradisi dengan tatapan yang begitu nanar, "jangan gunakan kebaya ketat itu... lepaskan! Pakaian jahiliyah itu, kamu akan masuk neraka karenanya!! Ayo berhijab bila perlu menggunakan sunnahnya sepertiku (cadar) jangan jadi konservatif ini sudah bukan jaman tradisional!." Kata Si Suci
Lalu Ahli Tradisi menimpalinya dengan mimik memerah... "memangnya kenapa?  Toh aku tidak melanggar norma!! Apa hak mu melarangku! Berhentilah untuk jadi ekstrimis, baik bagimu belum tentu baik bagiku, jangan paksa kehendakku! Lepas cadarmu yang hanya kau gunakan sebagai penutup kebusukanmu bak ninja sungguh memuakan!!!!." (Jawab Ahli Tradisi dengan penuh amarah).
Lalu keduanya menguap sesukanya...
Mendengar hal itu Penganut Feminisme itu berkata, "BERHENTIII!!!!! kalian itu bodoh hal seperti itu saja kalian ributkan! Mau kalian bercadar ataupun berkebaya kalian tetap perempuan yang wajib diagungkan. Kalian adalah para perempuan yang seharusnya terus memperjuangkan hak-hak kalian, jangan sampai persoalan pakaian kalian menjadi lupa tugas kita untuk menyetarakan kedudukan." (Penganut Fenimisme itu berceloteh dengan penuh kesal kepada mereka berdua).
Celotehan dari Penganut Fenimisme tetap saja tak di gubris oleh mereka berdua, justru keributan tak kunjung habis... Ahhh!!! MIRIS

Terlihat jelas bukan? Mereka begitu menempatkan diri pada kotaknya sendiri.
Aku sudah muak sedari tadi akhirnya mereka kudekati dan aku berkata, "sudah belum ributnya? Ayo kelahi aku tak suka kalian rukun! Dasar para manusia yang hidup dalam kotak! Lemah! Hahahaha" (begitu teriakuuu).
Mereka nampak murka padaku mereka balik meneriakuku "JANCUK!!! Koe liberal!".
Setelah berucap begitu jangan kau tanya apa yang aku lakukan tentu saja aku berlari dan menjauhkan diri, emosi mereka meninggi selip nanti aku ditimpuki, haha aku dibilang liberal juga padahal aku hanya tak ingin mereka menyelam terlalu dalam pada kotaknya masing masing sedangkan keluar kotak juga menyenangkan.

Aku berpikir kadangkala kita terus menerus meributkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu di ributkan! Mindset kita terus menerus meneriakkan "kamu gak sesuai pandanganku, berarti kamu salah." berhentilah untuk closed mind karna itu hanya akan menimbulkan perkelahian demi perkelahian.

Oleh : Devi Retniasih (AFI/17)

TAKDIR WAKTU



Malam menjelang pagi ini aku menulis surat yang panjang dibawah rembulan yang terang namun aku masih tetap menyalakan lilin kecil disampingnya, karena fajar tepat sebelum matahari terbit adalah bagian malam yang tergelap.  Ditaman yang gelap ini dengan ditemani seekor burung tanpa nama memandang kelangit seolah diriku yang entah menerawang apa diatas sana. Setelah fajar berlalu, aku menutup mataku, membiarkan embun dan pagi yang merah berlalu, membawa kenangan dan memori yang berterbangan.

Pada hari itu aku baru saja 10 hari tiba di Jakarta, sebelumnya aku tinggal dan bersekolah di Amerika. Ayah mendaftarkanku di sekolah yang baru. Tak butuh waktu lama untukku beradaptasi dengan lingkungan yang sebelumnya sudah kukenali.  Diujung lorong disana aku melihat bayangan diriku dan teman-temanku yang tertawa bahagia, namun itu segera sirna ketika bel berdenting. Seseorang dari luar jendela menyita perhatianku di sela-sela guru menjelaskan pelajaran. Dia sedang duduk dengan ekspresi sedih dengan ditemani headset yang menempel dikedua telinga nya. Dia, wanita yang dahulu datang membawa setitik harapan pudar.

11 juli 2016, Hari itu aku bertemu denganmu di sebuah stasiun kereta api. Aku bisa melihatmu dari sini yang sedang menyebrang dengan berlari-lari kecil. Kau bahkan tidak melihat kearahku saat berpapasan. Tapi kau tak sengaja menjatuhkan sebuah buku diary berwarna merah. Aku membuka perlahan lembaran demi lembaran itu, setitik harapan muncul di benakku. Apa aku masih bisa memperbaiki semuanya? Jadi, siapa dia?

Istirahat pertama tiba, Tayson datang kepadaku dengan wajah cemas. Aku hanya diam menunggu dia membuka pembicaraan.
“adik kelasmu Jake, mengalami kecelakaan malam itu” ucapnya dengan suara bergetar.
"Malam itu dia ingin mengunjungimu, tetapi kau tidak ada disana" lanjutnya.
Malam itu memang aku menyuruhnya untuk datang kerumahku, agar ia tidak bertemu dengan sekelompok orang jahat yang datang kerumahnya.

“Jeff, coba untuk mengingat apa yang akan terjadi disini jika kau kembali? Apa semuanya akan berubah? Sudah berapa kali kau mengubah semuanya?” Aku menghempaskan tangannya dengan kasar. Tayson terus membicarakan tentang memory dan memory. Namun yang aku ingat hanyalah hal-hal buruk. Aku mencoba untuk kembali tetapi Tayson menahanku.
Karena hanya Tayson yang tahu bahwa aku bisa menjelajah waktu, aku ingin kembali ke malam itu untuk menyelamatkan Jake.

“tidak ada gunanya kau memutar waktu kembali, Jake akan tetap seperti itu” aku bersikeras untuk kembali tetapi Tayson tetap menahanku sehingga kami mengalami perkelahian. Punggungku menabrak dinding dan langsung terjatuh.
“apa kau baik-baik saja?” tanya Tayson. Aku melihat kearah dinding itu, ingatanku berputar. Didalam ruangan itu aku, Tayson, Jake dan Remy pernah menghabiskan waktu bersama ditempat itu. Saat itu waktu yang sama juga aku dan Tayson terlibat perkelahian yang mengakibatkan Tayson tiada. Aku mengerjap dan merasakan pusing, air mata ku terjatuh. Tayson mencoba untuk menenangkanku, Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu.

Pagi itu Remy menemukan sebuah buku diary berwarna merah di dalam lokerku. Aku dengan cepat merebut diary itu dari tangannya sampai membuat Remy terkejut. Ini adalah sebuah diary yang wanita itu tinggalkan untukku. Diary yang ia catat dengan teman-temannya. Wanita itu mengalami hal yang sama dengan yang dialamiku. Tetapi dia membuat kesalahan dan berlari. Isi diary itu penuh dengan kegagalan dan dia menyerah yang membuat teman-temannya kecewa. Ia juga menyesal disaat ada waktu untuk kembali dia malah berlari.

“maaf” kata Remy karena telah lancang memegang barang milik orang lain. Aku mencoba tersenyum walau hatiku penuh dengan kekalutan.
“aku ingin mengisi bensin, gara gara kau bensin motorku habis” kata Remy bergurau lalu pergi meninggalkanku. Disaat Remy sudah tak lagi terlihat dihadapanku, kepalaku kembali pusing. Aku segera menghampiri Remy kesana dengan cara apapun. Selama perjalanan aku kalut, mengapa aku membiarkannya pergi. Dulu Remy terus bepergian dengan motornya hingga ia mengalami kecelakaan, aku mencoba untuk memutar waktu dan menghabiskan bensin miliknya agar dia tidak bisa pergi. Tapi kejadian itu berlalu dengan cepat. saat itu Remy sedang mengisi bensin, tetapi disampingnya ada orang yang sedang memegang sebatang rokok, yang mengakibatkan tempat itu meledak hebat.

Aku melihat Remy dari kejauhan, dia belum sampai. Aku mencoba untuk menyusulnya. Kulihat didepan Pom bensin itu juga ada orang yang memegang sebuah rokok. Aku berteriak memanggil namanya, untungnya dia berbalik kearahku dan mengatakan “ada apa?”.

Aku membawa Remy menjauh dari tempat itu.
“kamu kenapa sih Jeff?” tanyanya. Aku terus menunduk dan tak lama terdengar ledakan dari arah tempat pom bensin itu. Air mata ku kembali jatuh, sedangkan Remy masih tak percaya apa yang dilihatnya, saat itu juga dia memelukku.

Aku merebahkan diriku diatas sofa, bunyi telepon terus berdering seakan tidak mengijinkanku untuk beristirahat. Itu dari Tayson. Aku memejamkan mataku. Sungguh aku tidak ingin mendengarkan apa yang ia lontarkan.

“Halo,jeff?” ucap tayson.
“apa kau tahu dimana Remy?” lanjutnya. Aku memijit keningku sendiri. apa yang akan terjadi lagi?
“bukankah dia baru saja pulang?” jawabku.
“aku mencoba untuk menghubunginya tetapi tidak bisa”
“ada apa?”
“aku sangat membutuhkannya”
Aku segera berlari menuju rumah Remy, kulihat Remy yang sedang menelpon seseorang. Aku menghela nafas. Setidaknya dia baik-baik saja. kemudian dia menatapku dengan tatapan sedih, oh ada apa lagi ini?
Remy segera membawaku kerumah Tayson. Yang kulihat adalah Tayson yang sedang bertengkar dengan ayahnya. Remy mencoba untuk menolong Tayson yang hampir dilempar beling oleh ayahnya, tetapi itu meleset dan mengenai Remy dan tak lama polisi datang.


Aku membuka mataku perlahan, matahari sudah mulai terik mengenai wajahku. Surat panjang yang tadi pagi aku tulis sudah selesai tetapi burung tanpa nama yang menemaniku sudah tidak ada entah terbang kemana. Aku menghela nafas diantara suara deru kendaraan yang memulai aktifitasnya. Aku tersadar, tidak ada gunanya merubah masa lalu atau masa depan. Aku hanya perlu ketempat yang seharusnya aku berada. Biarkan semuanya berjalan sesuai yang seharusnya. Karena takdir itu ada ditangan Tuhan dan tidak bisa dirubah. Yang aku lakukan sekarang adalah berusaha melakukan yang terbaik supaya hal-hal buruk yang terjadi tidak semakin buruk dan lebih menghargai waktu.

Oleh : Devi Rahmadona (KPI/18)