[ Opini ]
![]() |
Sumber: images.app.goo.gl |
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Dikutip dari jurnal Mimbar Administrasi, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana rakyat memiliki kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan politik, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang mereka pilih.
Prinsip demokrasi juga sudah sepatutnya diterapkan dalam lingkup universitas, yakni terkait dengan pemilihan ketua dalam organisasi. Ketua organisasi merupakan suatu pilar yang menjadi tonggak utama dalam berjalannya suatu organisasi, maka dari itu pemilihan ketua tentunya harus memenuhi standar yang ditetapkan.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3814 Tahun 2024 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) mengatur terkait pemilihan Ketua Senat Mahasiswa (Sema), Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)/Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), tata cara pemilihan ketua/wakil ketua Ormawa dan anggota Dema/Dema-F diatur oleh masing-masing PTKI melalui keputusan Rektor/Ketua.
Keputusan tersebut bersifat mutlak dan harus ditaati bagi setiap organisasi di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Organisasi Sema dan Dema UIN RIL merupakan salah satu naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang mana harus menaati peraturan tersebut. Sebelumnya Sema dan Dema UIN RIL mengalami kekosongan jabatan dan tidak aktif selama 4 tahun terakhir terhitung sejak tahun 2021 hingga tahun 2025. Namun pada tahun 2025 ini, pemilihan Ketua Sema dan Dema dilakukan secara tertutup sehingga mahasiswa tidak mengetahui bagaimana tata cara pemilihannya.
Kemudian, dilansir radenintan.ac.id, pada 27 Mei 2025 lalu, Sema dan Dema Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) resmi dilantik oleh Wakil Rektor (Warek) III UIN RIL, dan dipublikasikan melalui website yang dikelola Hubungan Masyarakat (Humas) UIN RIL. Hal ini menjadi pertanyaan mahasiswa, bagaimana tata cara pemilihan Ketua Sema dan Ketua Dema 2025 tersebut?
Dilihat melalui laman instagram resmi Dema dan Sema UIN RIL yakni instagram.com/sema_uinril dan instagram.com/demauinril_official terlihat jelas, tidak menunjukkan adanya aktivitas terkait pemilihan Ketua Sema dan Dema. Hal ini menunjukkan kurang diterapkannya prinsip keterbukaan dalam pemilihan, serta mahasiswa tidak dapat mengakses informasinya. Mahasiswa hanya mengetahui informasi dari laman resmi humas UIN RIL yang memberitahukan terkait pelantikan Ketua Sema dan Dema 2025, jelas informasi tersebut membawa pertanyaan, “Bagaimana tata cara pemilihannya?”
Saya rasa, pemilihan ketua Sema dan Dema UIN RIL tahun 2025 kurang menjunjung prinsip transparansi. Publik tidak mengetahui informasi pemilihan Ketua Sema dan Ketua Dema karena tidak ada publikasi di laman resmi Instagram yang bersangkutan. Muncul pemberitaan terkait pelantikan Ketua Sema dan Ketua Dema UIN RIL melalui akun Humas UIN RIL membuat publik bertanya-tanya, bagaimana tata cara pemilihannya. Padahal aspek transparansi dalam pemilihan sangatlah penting untuk memastikan proses pemilihan yang adil, akuntabel, dan terpercaya. Keterbukaan informasi dalam proses pemilihan juga dapat meminimalkan peluang terjadinya praktik nepotisme yang merugikan. Seluruh mahasiswa UIN RIL seharusnya terlibat pemilihan raya untuk memilih siapa yang pantas mewakili mereka.
Tetapi, dalam wawancara kami bersama dengan Ade Prayoga selaku Ketua Dema UIN RIL. Ia menjelaskan bahwa alasan dibalik tidak terbukanya pemilihan ini karena untuk menghindari intervensi dari pihak lainnya. Selain itu, ia menyatakan bahwa perlu pemilihan Ketua Sema dan Dema UIN RIL untuk mengisi kekosongan jabatan beberapa tahun belakangan ini. Hal ini diperlukan agar adanya perwakilan mahasiswa dari UIN RIL yang ikut andil dalam kegiatan baik di dalam maupun luar universitas.
Namun walaupun demikian, di era yang serba digital seperti sekarang ini, mereka dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi organisasi. Terlebih lagi, terkait pemilihan organisasi. Setidaknya visi dan misi dapat dipublikasikan agar publik mengetahui gambaran yang jelas tentang apa yang ingin dicapai organisasi serta mengetahui tujuan, arah dan nilai-nilai yang dipegang oleh organisasi.
Sema dan Dema yang bukan hanya menjadi perwakilan mahasiswa dari UIN RIL untuk mengikuti kegiatan di dalam dan di luar kampus. Mereka juga memiliki tanggungjawab menyalurkan aspirasi dan menjalankan kegiatan kemahasiswaan. Tapi jika pemilihan dilakukan secara tertutup, apakah bisa dikatakan mewakili mahasiswa? Apakah bisa dikatakan akan menyalurkan aspirasi mahasiswa? Sedangkan mahasiswa tidak mengetahui seperti apa visi dan misi yang mereka bawakan. Mahasiswa tidak mengetahui siapa yang mewakili suara mereka.
Sedangkan 2 organisasi universitas ini memiliki peran besar. Secara umum, Sema berfungsi sebagai lembaga legislatif dan perwakilan tertinggi mahasiswa yang bertugas merumuskan peraturan organisasi, menampung aspirasi, dan mengawasi kinerja Dema. Dema, di sisi lain, adalah lembaga eksekutif yang bertugas menjabarkan dan melaksanakan program kerja Sema, mengkoordinasikan kegiatan, dan menjembatani komunikasi antara mahasiswa dan pihak universitas. Seharusnya mereka sadar dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang mereka miliki. Bukan hanya untuk menduduki kursi jabatan sebagai Sema dan Dema saja.
Selain itu, sebagai mahasiswa di UIN RIL pun, saya tidak mengetahui apa saja visi misi yang mereka bawa untuk ke depannya. Setelah dilantik pun saya tidak melihat aktivitas dan kinerja mereka di media sosial Instagram yang mereka miliki. Karena melihat tugas Sema dan Dema UIN RIL yang akan melibatkan mahasiswa, seperti sebagai pengawas dan pengelola kegiatan kemahasiswaan, serta pelaksanaan program kerja yang bertujuan untuk memajukan organisasi kemahasiswaan di UIN RIL. Namun, sangat disayangkan mahasiswa sendiri tidak dilibatkan dalam pemilihan dan tidak mengetahui visi misi mereka.
Karya: Dela
Editor: Indepth