Senin, 01 Oktober 2018

BERTAHAN, MENUNGGU DAN KECEWA



Suara hujan terus menerus menerobos memasuki gendang telingaku. Tapi tak apa, mungkin saat ini langit ingin menemaniku untuk menyamarkan suara tangisanku. Kuberjalan mematikan lampu kamarku, masih dengan air mata dipipi. Seketika, aku ingin kegelapan. Bahkan kutidak ingin melihat bagaimana berantakannya diriku ini. Lukaku kali ini benar-benar sangat perih. Menumpas semua kebahagian yang amat bahagia. Semua bermula dari 5 tahun lalu saatku menginjak kelas 3 smp.
......
Sore itu hari pertamaku masuk kelas disebuah tempat bimbel. Tapi sangat disayangkan hujan yang sangat deras membuatku datang terlambat hari itu. Bajuku dan rambutku sedikit basah, karena saat turun dari motor dan melepas jas hujanku. Saat ku membuka pintu tempat bimbelku ada seorang cowok yang baru juga datang. Memakai seragam yang sama dengaku. Putih biru. Dia melempar senyum kepadaku. Kuhanya membalasnya denhan senyuman kecut. Moodku hancur karna hujan. Kuberjalan mencari kelas bimbelku, tak disangka ternyata cowok itu sekelas denganku.
Tak diduga dia menyukaiku. Bukan aku kegeeran tapi sejak dari dia meminta nomor whatsappku. Dia tidak berhenti untuk mengakhiri chatnya denganku.
"Eh tau gak sih, ada cowok yang gak berenti chatin aku terus loh" kubertanya kepada Mita, teman sebangkuku.
"Siapa-siapa? Ganteng gak? Suka kali dia sama kamu Din"
"Ah kamu mah ganteng-ganteng aja ihhh" kumendorong pundak Mita.
"Ih serius, kalo ganteng untuk aku aja kalo kamu gakmau mah" Mita tertawa girang.
Mita memang lebih jago kalau masalah cinta. Berbanding terbalik dengan aku. Jujur baru pertama kali ada cowok yang deketin. Dan sebenernya kurang tertarik juga. Kalau denger cerita Mita tuh sakit hati terus sama cowok. Jadi males deh.
Presepsiku ternyata salah. Berjalannya waktu aku nyaman dengan dia. Namanya Depa. Beda sekolah denganku. Dia lumayan ganteng dan lumayan pinter juga. Kalau aku, Dinda. Lumayan semua juga. Jadi kami pasangan lumayan.
Setelah 2 bulan deket akhirnya kami pacaran. Ini pertama kalinya aku pacaran. Gak ada hubungan yang berjalan dengan baik-baik aja. Semua pasti punya masalah. Kami putus setelah 8 bulan pacaran. Kuakui semua salahku. Tapi aku tidak merasa bersalah saat kuminta putus. Tapi setelah kelulusan, tiba-tiba rasa bersalah itu muncul ketika dia dekat dengan seorang cewek. Aku melihat postingan instagramnya. Tapi belum pacaran sepertinya.
Dan lagi-lagi takdir memihakku. Kediterima di SMA yang sama dengan Depa. Dan lebih menariknya kami sekelas. Jangan tanya bagaimana perasaanku ke Depa saat ini. Sebenarnya rasa itu masih ada tapi rasa benciku mengiringi rasa itu. Bagaimana bisa dia dekat dengan cewek lain ketika aku masi berharap untuk dia kembali?
Seperti orang musuhan saja kami dikelas. Padahal dia biasa saja. Tapi aku tidak bisa. Dia adalah orang pertama yang datang. Masih terselip dihati ini agar dia menjadi yang terakhir juga.
Seminggu berlalu. Tiba-tiba Depa duduk disampingku saat kusedang mengerjakan tugas di jam istirahat. Sontak langsung saja kututup buku yang kutulis dan beranjak pergi meninggalkan Depa. Tapi, tangannya menarik tanganku. Dan matanya memberikan isyarat untuk menyuruhkh duduk kembali. Kubalas dengan sinis dan akhirnya terpaksa duduk.
"Aki minta maaf" Depa memulai pembicaraan
"Dinda, ayo balikan" lanjutnya
"ENGGAK!!" Jawabku lalu pergi keluar pintu kelas
Kamu ingin tau perasaanku saat itu? Hatiku merasa menang bisa membalas perlakuannya. Kumenganggap itu balasan karena dia dekat dengan cewek lain setelah putus dariku. Tapi cuma itu saja alasanku berkata "enggak" dengannya tadi. Sebenarnya aku sudah menunggu hari ini.
Kami balikan setelah aku mengirim pesan Whatsapp kepadanya esok hari. Ini semua sudah kurencanakan dan kujuga sudah menjelaskan semuanya kepada dia.
Hari-hari selanjutnya berlalu dengan baik. Kami jarang ribut. Kalau ributpun Depa pasti mengalah. Sebenarnya Depa itu orangnya dewasa dan sangat baik. Dan sangat pengertian walau kadang dia suka nyebelin. Kisah cinta kami memang tidak seindah film Dilan yang penuh dengan kegombalan. Tapi kusangat mencintainya. Entah mengapa.
Setelah 2 tahn jadian, dia memperkenalkanku dengan orangtuanya. Begitupun dengan orangtuaku. Dia bilang dia ingin serius denganku. Kumerasa dan yakin sepertinya kami akan menikah. Sebenarnya ini terlalu cepat karena kami masih SMA. Tapi apa salahnya jika kami sama-sama serius.
"Din, tunggu aku 5 tahun lagi ya. Setelah aku wisuda aku akan melamarmu. Dan setelah aku mendapat pekerjaan kita akan menikah. Berjanjilah denganku untuk menungguku"
Itulah kata-kata yang dia ucapkan padaku sebelum dia berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Aku juga berkuliah, tapi aku kuliah di Universitas Swasta disini. Dan Depa diterima Ujian Mandiri di salah satu Universitas di Jakarta.
Hubungan jarak jauh membuat hubungan kami agak goyah. Depa lumayan ganteng. Pasti banyak cewek-cewek Jakarta yang cantik mencoba menggodanya. Tapi kuselalu inga akan janjinya. Walau kadang ragu tapj aku yakin dia serius denganku.
Setahun berlalu kumemutuskan untuk putus dengan Depa. Sebuah hidayah menyapaku. Kuingin hijrah dijalan Allah. Kami putus secara baik-baik. Kumenjalaskan semuanya dan syukur dia mengerti. Jauh dari lubuk hati ini masih sangat berharap untuk dia kembali nanti seperti yang dia janjikan dulu. Bukan hal mudah untuk aku mengambil keputusan ini. Tapi ku selalu yakin dia akan kembali.
..........
"Dinda, ada tamu diluar" teriak kakakku dari luar.
Aku beranjak dari tempat tidurku dan merapihkan  pakaianku. Kulangsung menuju ruang tamu.
Kumelihat seorang cowok duduk disofa. Perawakannya tak asing bagiku.
"Eh Depa?" Aku sangat kaget terbalut senang saat itu.
Dia langsung memelukku erat dan tanpa alasan yang tak kutau dia menangis.
"Din maaf" isak tangisnya.
Kumelepaskan pelukannya dan menyuruhnya agar duduk.
"Kenapa Dep? Ada apa?" Tanyaku.
Dia mengapus ait matanya. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dan memberikannya kepadaku. Aku terkejut setengah mati karena yang kuterima adalah sebuah undangan pernikahannya. Tapi bukan denganku, tetapi dengan orang lain. Mataku berkaca-kaca saat itu. Kuingin menahan tapi tak tertahan.
"Maaf din. Ceritanya panjang banget. Aku udah nyakitin kamu. Maaf gak bisa nepatin janjinya"
"Tapi kenapa secepet ini Dep?" Air mataku akhirnya jatuh.
"Aku bukan cowok yang baik untuk kamu. Aku gakpantes buat kamu. Aku....aku....aku udah hamilim dia Din" jawab Depa
Kuhanya terdiam mendengar penjelasannya. Bukan Depa seperti ini yang kukenal dulu. Dia bahkan sangat menghargai seorang wanita. Tapi bisa-bisanya dia berbuat seperti ini.
"Maafin aku ya Din. Semoga kamu bisa cepet lupain aku Din. Jaga diri kamu baik-baik ya."
Depa bangkit dan pergi. Sedangkan aku, masih terdiam dengan air mata masih mengalir dipipiku. Berkali-kali kumencubit tanganku, aku harap ini hanya mimpi saja.
"Kenapa dek?" Kakakku datang menghampiriku. Sontak kulangsung memeluknya erat dan menangis dengan sejadi-jadinya.
Kali ini takdir benar-benar tidak memihakk. Doaku terjawab. Kebimbanganku berakhir. Tinggal mengikhlaskannya saja yang sulit.

Oleh : Cindy Damayanti Boru Hutagalung (PM/18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar