[ Opini ]
![]() |
Sumber: radenintan.ac.id |
Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah program yang umumnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya untuk mengajak mahasiswa turun langsung ke masyarakat, mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari, dan memberikan kontribusi nyata. Biasanya, KKN ditempatkan di berbagai daerah yang membutuhkan bantuan atau mengalami ketertinggalan dalam berbagai aspek seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur.
Di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) sendiri, KKN biasanya dilakukan di beberapa kabupaten di Lampung maupun luar Lampung. Namun, tahun ini berbeda. Karena baru-baru ini UIN RIL mengumumkan rencana untuk mengerahkan 5.000 mahasiswa dalam program KKN pada 126 kelurahan di kota Bandar Lampung. Dalam Program ini disebut sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat sekaligus upaya memperkuat hubungan antara kampus dan masyarakat setempat. Meski disambut baik dan mendapatkan dukungan dari Wali Kota Bandar Lampung, kebijakan ini menuai beragam respons di kalangan 5000 mahasiswa yang disebutkan.
Keputusan untuk memusatkan 5000 mahasiswa KKN di Bandar Lampung menimbulkan pertanyaan apakah ini bentuk pengabdian yang efektif atau justru kehilangan esensi KKN itu sendiri?. KKN yang seharusnya menjadi pengalaman berharga bagi mahasiswa untuk belajar dan berkontribusi langsung kepada warga desa serta mencoba hidup di lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Merancang dan merencanakan apa yang ingin dilakukan di desa tersebut untuk warga desa, agar membentuk desa, satu tingkat lebih baik dari sebelumnya.
Beberapa mahasiswa menyampaikan pandangannya terkait kebijakan ini. Seperti A (dengan nama samaran) selaku mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) menurutnya, di luar kota Bandar Lampung masih banyak daerah yang tertinggal dan membutuhkan perhatian. Kemungkinan keputusan ini disebabkan oleh adanya efisiensi anggaran di UIN RIL. Berbeda dengan F (nama samaran) selaku mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK), ia sempat bertanya kepada mahasiswa UIN Syarif Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan UIN Malik Ibrahim Malang yang belum ada kabar pelaksanaan KKN. Mahasiswa tersebut menduga kemungkinan karena efisiensi anggaran. Ia juga menyampaikan kita perlu mengkaji lagi untuk di UIN RIL karena berita dana anggaran dari pemkot sebelumnya.
Dari dua pandangan ini, saya yang juga menjadi salah satu bagian dari 5000 mahasiswa tersebut merasa bahwa berita yang telah tersebar dari laman UIN RIL yang ingin membangun Fakultas Kedokteran dan diberikannya hibah berupa rumah sakit oleh Walikota Bandar Lampung sebesar 75 Miliar. Berita ini secara tak langsung menimbulkan asumsi-asumsi bagi mahasiswa yang merasa terdapat kerjasama antara UIN RIL dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung termasuk Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana.
Saya mempertanyakan apakah 5000 mahasiswa ini menjadi syarat hibah agar dapat membangun Fakultas Kedokteran dan rumah sakit tersebut? Apakah penempatan mahasiswa KKN itu murni berdasarkan kebutuhan akademik atau motif lain terkait hibah yang diberikan?. Hal ini dapat dianalisis bahwa jika dugaan ini benar adanya, kampus secara langsung mewajibkan mahasiswa melakukan KKN di kota Bandar Lampung sebagai bentuk timbal balik, maka ini bisa jadi sebagai bentuk komersialisasi pendidikan yang terselubung.
Sesuai peraturan yang berlaku dalam Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perguruan tinggi harus bebas dari intervensi politik dan kepentingan komersial yang tidak sesuai dengan misi pendidikan. Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2011 tentang Hibah dan Bantuan Sosial menyatakan bahwa hibah harus diberikan tanpa syarat yang mengikat secara timbal balik. Jika ada indikasi kampus "membalas" hibah dengan kebijakan tertentu, ini dapat melanggar aturan tersebut. Tak hanya ini, saya juga merasa ini ada kaitannya dengan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, namun ini sepertinya bukan alasan utama dan seharusnya keputusan ini dipertimbangkan dengan matang.
Selain 2 mahasiswa tadi, beberapa perwakilan dari setiap fakultas lain juga yang menyatakan tidak setujunya mereka dengan keputusan yang diambil oleh pihak kampus ini. Di Fakultas Syari'ah, Jr (nama samaran) menyayangkan karena ia yang berdomisili di Bandar Lampung sangat ingin merasakan tugas di luar Bandar Lampung dan akan bingung juga kedepannya KKN benar dilaksanakan di kota karena masih banyak desa-desa yang membutuhkan kerja dari mahasiswa KKN. Pendapat serupa yang diungkapkan ND (nama samaran) dari Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FU) yang merasa penempatan ini berdekatan membuat interaksi dengan masyarakat desa menjadi kurang maksimal dan pasti banyak mahasiswa yang kecewa karena ingin KKN menjelajahi Lampung atau bahkan luar Lampung seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemudian, LA (nama samaran) dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) berpendapat bahwa keputusan ini kurang efektif karena mahasiswa nantinya tidak hadir ditengah warga yang benar-benar merasa butuh bantuan dan akan menghilangkan esensi KKN itu sendiri.
Semua pandangan ini menjadi bukti tidak setujunya mahasiswa dengan keputusan kampus yang akan mengarahkan 5000 mahasiswa tersebut untuk KKN di kota Bandar Lampung. Seharusnya dengan ini universitas dapat mempertimbangkan kembali dan merealisasikan apa yang diinginkan mahasiswa untuk tetap melakukan KKN seperti tahun-tahun sebelumnya. Jika tidak, saya rasa ini makin bertambahnya rasa tidak percaya pada kredibilitas universitas dalam mengambil keputusan. KKN yang seharusnya berfungsi menjadi perjalanan transformatif bagi mahasiswa dalam pengabdian langsung di sebuah desa. Menjadi kesempatan untuk keluar dari zona nyaman, menghadapi tantangan baru, dan belajar dari realitas sosial yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Dengan memusatkan KKN di Bandar Lampung, mahasiswa akan kehilangan kesempatan yang dinantikan seumur hidup sekali.
Karya: Tim UKM PersMa RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar