Senin, 18 Maret 2019

Ayah


     Duduk di teras rumah, bertemankan resah. Itulah yang selalu mengisi waktu luang Ayah. Sesekali ayah tersenyum memandang ke arahku.

  Ayah adalah lelaki terbaik yang pernah ada. aku ingat betul saat aku menangis, Ayah ada dibarisan terdepan untuk menghempas air mataku. Aku juga sangat memahami bahwa ketika Ayah bersedih, Ayah menjadi aktor terbaik sebagai pemeran manusia paling bahagia.

   Ayah bekerja sangat keras. Lebih keras dari usahaku menggapai bintang di langit. Jika ditanah rantau aku terlupa untuk makan, Ayah justru sengaja menahan lapar. Jika ditanah rantau aku lupa bagaimana rasanya tidur siang, mungkin ayah lupa bagaimana rasanya tidur di malam hari. 

    "Ayah bangga padamu" itulah kalimat yang paling membuatku bahagia. Layaknya manusia, aku sangat senang mendapat pujian terlebih dari Ayah. Jika kalimat itu terdengar ditelinga, rasanya aku ingin memperbanyak pencapaian. 

      Ayah memang bangga mempunyai aku, namun aku jauh lebih bangga mempunyai Ayah sepertinya. Bukan suatu hal mudah bagi petani untuk membiayai pendidikan anaknya, Namun ayah sangat hebat. Ayah mampu mengantarku hingga ke gerbang sarjana. 

  "Jaga adikmu" kata yang amat menyakitkan, bukan menyakitkan untuk dijalani namun menyakitkan untuk didengar. Kata itulah yang terakhir kudengar dari Ayah, tepat 2 tahun silam. Kutaburkan bunga dengan tambahan sedikit  senyum, kuharap ayah dan ibu disana telah bersatu. 


Oleh: Denisa Arwanita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar