Senin, 08 Oktober 2018
APA KABAR NEGERIKU ?
Indonesia negeri indah nan kaya akan alam dan budaya,
memiliki 1000 cerita berharga didalamnya. 17.504 pulau yang tersebar luas di segala penjuru Indonesia, dan 1340 suka bangsa yang ikut mengambil alih dalam kekayaan Indonesia.
73 tahun sudah Indonesia telah terbebas dari jajahan para perampas harta tanah air, selama itu pula negeri ini tak tau kabar berita. Dengan kekayaan yang tak terhitung jumlahnya namun itu di samakan dengan jumlah hutang yang tak terhingga totalnya. Indonesia terkenal dengan negara kepulauan, negara maritim, negara kaya akan budaya, negara jaya akan keramahan. Namun, dibalik kata apik tersebut, terlihat hiruk pikuk di dalamnya.
Negeri ini memiliki hasil alam yang tak terhitung jumlahnya, tapi rakyat masih saja kesusahan untuk bisa bertahan hidup sama hari esok. Hasil negeri diberi untuk orang luar yang hanya untuk menambah kekayaan sedangkan pemilik negeri ini dibiarkan kesusahan untuk hanya bertahan dalam kehidupan. Dengan tumpahan darah para pahlawan mempertahankan Pertiwi ini dan hanya dengan coretan tangan negeri ini di ambil alih oleh orang-orang yang tak tahu diri.
Di zaman yang semakin modern, semakin banyak pencuri-pencuri elit yang menyelinap di negara ini, mereka semua orang pintar, berpendidikan tinggi, memiliki fasilitas hidup yang baik. Namun, apa daya hak orang tak berada di rampas dengan sekejap mata. Pakaian rapih berdasi tak menampakkan ke arifan si pemakainya. Mereka seenaknya berjalan di atas pijakan yang sudah lama di perjuangkan. Tak tahu malu bisa dikatakan seperti itu.
Rasa kekeluargaan perlahan mulai berguguran, rakyat bisa saling terpecah belah dikarenakan berita burung yang tersebar dengan cepat.
Tidak ada lagi rasa saling percaya apalagi saling mendukung, jika keahlian hanya menjudge antara golongan satu dan golongan yang lain.
Tak pandang tua apa lagi muda, semua dianggap sama. Nyawa sudah tidak adalagi harganya dalam kehidupan, pembunuhan merajalela. Anak bunuh Ibu, Ayah bunuh anak, suami bunuh istri, ini merupakan berita yang lumrah kita dengar di media masa setiap harinya. Dan seperti biasa penyebabnya hanya hal sepele seperti, berebut harta gono-gini, masalah ekonomi, harta warisan. Ya, 80% penyebab kehilangan nyawa ini hanyalah harta. Nampaknya dizaman ini harta lebih berharga daripada nyawa manusia.
Gedung pencakar langit dengan perlahan di canangkan untuk anak cucu dimasa depan, namun mimpi belum terlaksanakan semua sudah hancur tak tersisakan. Berbagai macam bencana menghampiri bumi Pertiwi yang menorehkan banyak luka di hati rakyat Indonesia, ribuan nyawa melayang, bangunan-bangunan kokoh pun ikut hancur, hanya puing-puing sisa bencana yang terlihat disekitar tempat tinggal.
Belum usai dengan gempa di Lombok beberapa waktu lalu, sekarang saudara-saudara kita di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, tertimpa bencana lagi yang menambah goresan sejarah untuk negeri ini.
Lalu mngapa demikian? Ada apa sebenarnya dengan negara ini?
Nampaknya Allah telah murka dengan semuanya, Allah murka melihat ciptaan-Nya melanggar aturan-Nya.
Melihat bencana lalu lalang di negeri ini kita ingat kembali betapa banyak para wakil rakyat yang mengkhianati rakyat, betapa banyak kebohongan-kebohongan tersebar, betapa banyak kaum muda hilang akan rasa hormat. Sudah terlalu banyak kejahatan terjadi di negeri ini.
Apa kabar negaraku? Ayo bangkit dari keterpurukan!
Tidak akan ada perubahan jika hanya membuat slogan apik yang menggugah hati sesaat. Dari sini kita bisa berfikir apa yang salah dengan isi negeri ini.
Seharusnya kita bisa merubah keburukan, bukan malah saling menjatuhkan.
Negara ini butuh kerja nyata, bukan ide bagus tapi tidak direalisasikan. Semakin lama negeri ini akan hancur, jika tak ada yang memulai merubah, negeri ini akan tak terlihat jika hanya ada 1 yang bekerja, negeri ini tak ada jika kita tak memulai dari sekarang.
Hanya butuh persatuan untuk membuat perdamaian, hilangkan permusuhan dan juga sifat gila harta, bukan berarti kita tidak butuh materi. Namun, apa arti jika memiliki segudang materi tapi hancur negeri ini.
Oleh : Rizka Aprillia (FTK/PBI/17)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar