Artikel
Mengungkapkan emosi adalah bagian dari ekspresi dan ketenangan diri serta untuk melepaskan beban hidup. Namun, bagi orang yang mengalami Alexithymia, hal ini merupakan suatu hal yang sangat sulit .
Pada umumnya, manusia adalah makhluk yang ekspresif baik verbal maupun nonverbal. Namun, ada sekelompok orang yang termasuk dalam golongan abnormal, salah satunya Alexithymia.
Alexithymia diklasifikasikan dan terbatas pada psikosomatik gangguan mental dengan gejala fisik dari tubuh seseorang. Mereka sulit mengekspresikan emosi dan membagikan pengalaman.
Beberapa ciri kepribadian Alexithymia teridentifikasi lebih dari empat dekade yang lalu oleh psikoanalis Boston, John Nemiah, dan rekannya pada 1976. Dalam penelitiannya, mereka mengatakan bahwa Alexithymia adalah kesulitan mengidentifikasi perasaan dalam diri (DIF), kesulitan menggambarkan perasaan (DDF), dan gaya pikir berorientasi eksternal (EOT), di mana tidak memperhatikan emosi atau kondisi batin sendiri.
Alexithymia itu bukanlah penyakit ataupun gangguan mental melainkan sebuah fenomena psikologis. Kondisi ini kerap kali dihubungkan karena muncul bersamaan dengan gangguan mental seperti depresi, Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD), autisme, hingga skizofrenia.
Untuk menangani hal ini dapat diterapi dengan konsultasi untuk mengembalikan rasa kepercayaan diri saat bersosialisasi dengan orang lain. Pasien akan bertemu dengan dokter atau psikolog untuk melakukan terapi itu dengan rutin.
Psikolog dapat membantu penderita untuk belajar bagaimana mengenali emosi. Kemudian, jenis terapi yang dapat dilakukan adalah terapi kelompok, skill-based therapy, terapi kognitif dan perilaku. Perlahan-lahan pasien akan diajak berkomunikasi dan menjalani sejumlah terapi lain yang aman.
Singkatnya menyadari keadaan emosional dan mampu mengungkapkan perasaan dengan kata-kata dapat menjadi bagian penting untuk masalah fisik dan psikologis. dengan cara yang mungkin tidak disadari namun bertujuan membantu orang-orang alexithymia mendapatkan pemenuhan melalui kesadaran yang lebih sehat akan emosi mereka.
Sehat tidak hanya secara fisik, tapi juga psikis. Semua harus seimbang sesuai dengan seharusnya. Jika tidak seimbang satu dengan yang lainnya tentu akan berdampak buruk bagi diri kita.
By : SNU
Suka banged sama bahasan artikelnya :') like banged sama kakak yang nulis🌹
BalasHapus